Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

Akreditasi Bermutu Menuju Sekolah Bermutu

Akreditasi Bermutu Menuju Sekolah Bermutu
Oleh: Romadhon, AS

Akreditasi merupakan seperangkat penilaian (pengecekan kelayakan dan kinerja) setiap satuan pendidikan berdasarkan kondisi objektif dan delapan Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah melalui Permendiknas Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs). Dengan demikian sejatinya proses akreditasi berlangsung sangat ketat, objektif, efektif dan efesien untuk menghasilkan akreditasi yang kredibel dan bermutu. Namun pada tataran realitas yang terjadi disetiap satuan pendidikan jauh dari harapan pemerintah sebagaimana yang menjadi harapan kita semua. Misalnya,  masih ditemukan adanya manipulasi beberapa perangkat (perangkat guru/sekolah) yang berkaitan dengan instrument akreditasi (8 Standar) yang tidak akurat, adanya budaya kolusi/nepotisme yang dilakukan sekolah dengan asesor dengan dalih ucapan terima kasih/transport. Padahal kalau kita ketahui esensi adanya akreditasi bukan sekedar mendapatkan peringkat semata, tapi bagaimana sekolah melaporkan apa adanya yang selama ini telah dilakukan, kemudian asesor menilainya dengan berpedoman pada instrumen dari sekolah yang telah diisi, dari hasil itu kemudian menjadi evaluasi secara berkala oleh sekolah untuk memperbaiki mutu sekolah tersebut.

Adanya akreditasi turut membantu mendisiplinkan sekolah yang hanya berorientasi pada input yang sebanyak-banyaknya, sementara peningkatan mutu sekolah, baik peningkatan SDM maupun fasilitas yang memadai sering dikesampingkan. Padahal sekolah yang baik adalah sekolah yang memberikan pelayanan yang prima dan membuat siswanya lebih hebat dari pada gurunya. Oleh karenanya, proses akreditasi perlu dikawal ketat oleh masyarakat baik sebelum dan sesudah akreditasi guna memberikan objektivitas penilaian dan mempertahankan mutu. Sementara itu, pemerintah dalam hal ini tim asesor harus tetap berpijak pada tatakrama, tata tertib dan larangan visitasi bagi asesor yang telah ditetapkan oleh BAP-SM sebagai pedoman visitasi tersebut. Sebagai upaya peningkatan akreditasi yang bermutu menuju sekolah yang bermutu pula, maka perlu adanya rekam jejak asesor yang menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan visitasi itu. Ketika rekam jejak menjadi pertimbangan tentu mampu meminimalisir hal-hal/budaya kolusi dan nepotisme dalam dunia pendidikan (sekolah).

Sekedar mengutip aturan visitasi bagi asesor dalam hal larangan antara lain; melakukan intimidasi agar sekolah/madrasah berkeinginan untuk memberikan sesuatu dalam bentuk apapun, melakukan perjanjian/kesepakatan yang dapat mengakibatkan hasil visitasi tidak objektif, menerima sesuatu yang akan mempengaruhi objektivitas pelaksanaan dan hasil visitasi, membuka kerahasiaan data/informasi kepada fihak lain yang diperoleh dari proses dan hasil visitasi. Begitu juga larangan bagi sekolah/madarasah antara lain; melakukan kegiatan yang menghambat visitasi, memanipulasi data dan memberi keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi nyata sekolah/madrasah, memberi apapun kepada asesor yang akan mengurangi objektivitas pelaksanaan dan hasil visitasi.
Dengan adanya aturan itu tentu harapannya menghasilkan sekolah yang benar-benar bermutu tinggi dan bisa dipertanggungjawabkan serta dari hasil tersebut bisa disosialisasikan ke publik untuk diketahui bersama. Sekolah bermutu menjadi harapan masyarakat luas, biaya pendidikan terjangkau bagi masyarakat kurang mampu. Sehingga tidak ada sekolah yang tidak bermutu sekalipun sekolah masih tergolong kecil dan primitif. Besar kecil, di kota maupun di desa bukan suatu alasan untuk tidak memacu prestasi dan meningkatkan mutu sekolah, batasan-batasan itu sudah tidak lazim untuk diperbincangkan di abad 21 ini. Sekolah harus percaya diri untuk menata mutu, membuat terobosan baru apa yang diinginkan masyarakat, jadikan hal ini peluang untuk bersaing secara sehat dan akuntabel. Sekolah tidak lagi diukur dengan peringkat akreditasi, karena jaminan mutu bukanlah satu-satunya peringkat akreditasi bahwa sekolah itu bagus.

Di abad 21 ini dibutuhkan sekolah yang tingkat kejujuranya tinggi, melaksanakan komitmen dan konsistensi terhadap rambu-rambu penyelenggara pendidikan yang bermutu, bukan kemegahan gedung semata. Sekolah yang bermutu berawal dari SDM yang bermutu pula. Jika seluruh stakeholder telah melakukan peningkat mutu, maka sekolah pun bermutu dan output pun mampu bersaing dikancah internasional. Untuk mengahasilkan semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh komitmen yang tinggi, manajemen sekolah yang efektif, dan mampu mengimplementasikan misi untuk mencapai visi sekolah.
Ketercapaian visi sekolah akan lebih efektif jika seluruh stakeholder turun tangan bukan sekedar urun angan untuk sama-sama merevitalisasi birokrasi sekolah yang berujung pada peningkatan mutu itu sendiri. Kunci revitaslisasi tidak berdiri sendiri, melainkan ada pada keberanian pucuk kepemimpinan disetiap satuan pendidikan untuk mengambil langkah strategis dalam pengembangan sekolah. Ada pola strategi pengembangan yang dikenal dengan 3U, antara lain; TAU, kepala sekolah tau bahwa kondisi internal dan eksternal perlu adanya revitalisasi sebagai langkah memperbaiki kondisi tersebut. MAU, kepala sekolah mau untuk melakukan perbaikan secara terus menerus sebagai bahan evaluasi peningkatana mutu. MAMPU, kepala sekolah mampu melaksanakan misi demi tercapainya visi. Strategi diatas mutlak harus dimiliki setiap kepala satuan pendidikan dan bekerjasama dengan seluruh stakeholder yang ada untuk mencapainya. Oleh karena itu, dibutuhkan kepala satuan pendidikan  yang transformatif untuk menaklukkan tantangan perkembangan jaman. Di tangan merekalah tergantung hitam/putih/abu-abunya pendidikan di masa depan. Semoga bermanfaat bagi para pembaca*