Kurikulum 2013 : Tantangan Memperbaiki Mutu Pendidik dan Pendidikan Oleh: Romadhon, AS |
Memasuki tahun ajaran
baru setiap sekolah telah banyak menyiapkan diri mulai penerimaan siswa baru
hingga masalah kualitas pembelajaran yang terus digulirkan guna menemukan guru
yang diharapakan semua stakeholder (lihat
guru professional yang ideal edisi 519/25 Juni-1 Juli 2014). Hal inilah
yang menjadi topik utama dalam tahun ajaran ini, selain persoalan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) online, Raport Online hingga Ujian Nasional Online
yang baru-baru ini mulai dihembuskan bahkan ada yang sudah memulainya. Namun
wacana itu tidak cukup kemudian menjadi solusi permasalahan dunia pendidikan
kita. Masalah pendidikan di Indonesia cukuplah komplek dan sistemik bagi bangsa
yang sedang berkembang ini. Pendidikan akan melahirkan bangsa yang lebih baik
dan berdaya saing. Dengan pendidikan kita mampu memahami, membedakan mana yang
haq dan bathil. Pendidikan tidak akan pernah habis untuk kita perbaiki hingga
akhir zaman sekalipun. Pendidikan akan mengantarkan generasi bangsa ini lebih
cakap, kreatif dan inovatif karena didalamnya didukung oleh para pendidik yang
professional baik secara pedagogis maupun sosial. Secara pedagogis, guru telah
mampu memahami peserta didik, strategi dan metode pembelajaran dengan kata lain
bahwa pedagogi ini merupakan bekal siapa pun yang ingin menjadi guru. Secara
sosialis, guru merupakan masyarakat terdidik, makhluk sosial yang tidak mungkin
berdiri sendiri (membutuhkan yang lain). Untuk mencapai itu tentu tidak
terlepas dari dukungan semua elemen masyarakat untuk membangun pendidikan yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Pendidikan yang bermutu
memiliki kaitan ke depan (forward linkage)
dan kaitan ke belakang (backward linkage).
Forward linkage berupa bahwa
pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan
bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan
bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan
sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sisitem dan praktik pendidikan
yang bermutu. Backward linkage berupa
bahwa pendidikan yang bermutu sangta tergantung pada keberadaan guru yang
bermutu, yakni guru yang professional, sejahtera dan bermartabat (hoyyima,
2010).
Keberadaan guru yang
bermutu merupakan syarat mutlak sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas,
hampir semua bangsa-bangsa dunia selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong
keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh
pemerintah dibanyak Negara adalah kebijakan intervensi langsung pada
peningkatan mutu dan pemberian jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang
memadai.
Beberapa Negara yang
mengembangkan kebijakan ini bisa disebut antara lain Singapura, Korea Selatan,
Jepang dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut berupaya meningkatkan mutu
guru dengan mengembangkan kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu dengan
melaksanakan sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji
kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi guru.
Sebenarnya di Indonesia
sertifikasi guru merupakan terobosan baru untuk meningkatkan mutu pendidikan
yang lebih baik. Program ini adalah hasil revisi panjang UU sertifikasi pada
tahun 1949. Revisi telah dilakukan berturut-turut pada tahun 1953, 1954, 1973,
1988, dan 1998. Berbagai polemik dalam revisi sistem sertifikasi guru dalam
periode itu diantaranya; kategori berdasarkan kelas-kelas memungkinkan
munculnya ketidakharmonisan hubungan antar guru, mempengaruhi tingkat
kepercayaan orang tua dan siswa kepada guru, guru akan disibukkan oleh upayanya
untuk mendapatkan sertifikat dan akan melalaikan tugas utamanya untuk mendidik
siswa dan mengembangkan kemampuan personal dan sebagainya.
Sertifikasi merupakan
amanah dari Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 BAB IV pasal 8 sampai 13.
Sebagaimana yang tersirat dalam undang-undang tersebut bahwa “guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.” Pelaksanaan sertifikasi cukup membawa angin segar bagi guru
Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan sertifikasi pula
kesejahteraan guru mulai membaik dari kondisi sebelumnya. Hal ini banyak
dirasakan manfaatnya oleh para guru, terlepas untuk meningkatkan kualitas diri
maupun taraf kehidupan. Ketika guru bersertifikasi dan berhak menyandang gelar
professional, maka tuntutan yang sangat mendasar adalah perbaikan kualitas diri
sebagai tanggungjawab moral untuk memperbaiki segala aspek kompetensi
sebagaimana yang diharapakan semua pihak. Perbaikan kompetensi tersebut
terutama pada aspek pembelajaran sebagai ujung tombak perbaikan mutu pendidik
dan pendidikan. Proses pembelajaran harus direkonstruksi dengan suasana yang
lebih menyenangkan, inovatif dalam pembelajaran sebagiamana yang telah
tercantum pada design kurikulum yang ada saat ini yaitu kurikulum 2013.
Dalam hal ini kurikulum
memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan
arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan/sekolah. Kurikulum akan berjalan seirama, jika yang menjalankan
(guru) memiliki kompetensi yang memadai. Kompetensi itu merupakan modal utama
bagi perjalanan kurikulum dari dulu hingga sekarang.
Pengembangan kurikulum
merupakan sesuatu hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera
ditanggapi dan pertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang
pendidikan termasuk keberadaan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 tentu terkait
dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang
sesuai dengan karakteristik daerah. Begitu pula halnya dengan kurikulum sebagai
jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara
kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta
didik.
Ada beberapa alasan
yuridis terkait perubahan kurikulum sebagiamana yang tercantum dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional antara
lain ; 1). Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. 2). Pasal 36 Ayat (3)
menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a)
peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan
lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia
kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i)
dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan. 3). Pasal 38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi
dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan kurikulum
2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat
pada kurikulum 2006, bertujuan juga untuk mendorong peserta didik atau siswa,
mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang di peroleh atau diketahui setelah siswa menerima
materi pembelajaran atau yang lebih dikenal dengan pendekatan saintifik.
Pengembangan ini tentu harus didukung oleh seluruh stakeholder yang ada
termasuk didalamnya adalah guru. Guru memiliki peranan penting dalam
implementasinya terutama guru yang telah bersertifikasi. Kurikulum 2013 akan
berjalan efektif jika para pelaku (guru) mampu memahami substansi yang telah
ditetapkan dalam permendikbud nomor 81A tahun 2013 tentang implementasi
kurikulum 2013. Namun sebaliknya jika keberadaan sumber daya manusia (guru)
belum memadai, apalagi yang telah bersertifikasi, maka ini akan menjadi
malapetaka besar dalam dunia pendidikan kita. Semoga bermanfaat untuk perbaikan
pendidikan Indonesia!(*)