Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

Menakar Kebijakan Pengembangan Profesi

Kurikulum 2013
Pendidikan bukan sekedar persoalan sistem persekolahan, melainkan bagaimana bisa memanusiakan manusia sehingga menjadi manusia seutuhnya baik lahir maupun batin. Dalam rangka mewujudkan manusia seutuhnya, perlu kiranya untuk melihat persoalan dunia pendidikan kita. Kompleksitas persoalan yang dialami dunia pendidikan kita hingga saat ini masih terasa, mulai persoalan fasilitas, standarisasi hingga yang menjadi ujung tombak pendidikan itu sendiri masih perlu dilakukan pembenahan terus menerus (guru yang berkualitas).
Peningkatan kualitas pendidik dan pendidikan menjadi fokus utama dalam rencana strategis (renstra) Departemen Pendidikan dan kebudayaan, sehingga ditahun 2045 generasi emas benar-benar terwujud. Semua itu tak terlepas dari peran guru yang berkualitas. Dalam rangka meningkatkan guru yang berkualitas tentu perlu adanya langkah-langkah riil dari pengambil kebijakan di negeri ini. Salah satu kebijakan itu adanya program sertifikasi guru yang akan dituntaskan pada tahun 2015.
Sudah sekian lama sertifikasi digulirkan guna meningkatkan kulitas para pendidik di negeri ini, sehingga mampu menghasilkan kualitas peserta didik yang produktif dan beradab. Kebijakan sertifikasi sangat mulia, disamping meningkatkan kualitas guru juga meningkatkan kesejahteraan guru. Namun, pada kenyataan mash banyak yang keluar dari rel tujuan yang mulia itu. Sertifikasi menjadi urgen sekaligus mengandung sejuta makna jika peyelenggara mampu konsisten dan komitmen dalam memegang prinsip dalam pelaksanaannya, Pertama, dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel. Pada prinsip ini tentu jika benar-benar dilaksanakan dengan baik dan memiliki tingkat kejujuran yang tinggi akan banyak menghasilkan guru professional yang ideal. Dengan demikian peningkatan mutu pendidik dan pendidikan akan menjadi harapan yang nyata. Kedua, Berujung pada peningkatan mutu Pendidikan Nasional melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru. Siapa yang tidak ingin sertifikasi, hampir semua guru menginginkan hal itu. Karena melihat tujuan dan tunjangan inilah yang memberikan semangat untuk memperbaiki kualitas diri. Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru diharapkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat secara berkelanjutan. Ketiga, Dilaksanakan sesuai peraturan dan perundang-undangan. Program sertifikasi ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Keempat, dilaksanakan terencana dan sistematis. Pada tataran pelaksanaannya tentu harus direncanakan secara matang dan sistematis agar berjalan efektif dan efesien sehingga benar-benar menghasilkan guru profesional harapan bangsa yang akan melahirkan generasi emas dimasa yang akan datang. Kelima, jumlah peserta sertifikasi guru  ditetapkan oleh pemerintah. Demi efektifitas dan efesiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, maka peserta sertifikasi ditentukan oleh pemerintah atas jumlah data guru per Kab./Kota di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dari kelima prinsip-prinsip tersebut masih jauh dari panggang api, penyelenggara inkonsisten dalam pelaksanaannya. Pada saat penetapan kuota, peserta kemudian mengikuti UKA, namun hasil UKA sama sekali belum bisa menjadi pertimbangan untuk langkah selanjutnya, sehingga masa kerja yang awalnya minimal 5 tahun akhirnya menjadi 7 tahun. Padahal undang-undang mensyaratkan bahwa sejak UU No.14 Tahun 2005 disahkan, maka tentu pada saat itu (2012) diambil minimal 5 tahun masa kerja. Logika sederhana, ketika secara administratif telah terpenuhi semua, penetapan kuota bisa dilakukan, sementara UKA bisa dijadikan pertimbangan untuk memberikan objektivitas dan kredibilitas agar benar-benra menghasilkan guru yang professional sejati.
Tak berhenti disitu, pemerintah rupanya harus mengevaluasi kinerja para guru terutama mereka yang telah sertifikasi. Dengan adanya evaluasi diharapkan ada pemetaan dan pemerataan kualitas guru. Alhasil, UKG yang dilakukan bagi guru sertifikasi masih banyak bahkan ribuan yang dinyatakan tidak lulus. Lalu siapa yang bertanggungjawab atas semua ini? 30,6 Triliun anggaran untuk peningkatan kualitas guru, anggaran yang sangat bombastis itu belum menghasilkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin membaik, namun sebaliknya akan menjadi malapetaka besar karena anggaran yang besar tak sebanding dengan hasil yang diharapkan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tujuan sertifikasi guru adalah (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, dan (3) meningkatkan profesionalisme guru. Dengan demikian secara umum tujuan program sertifikasi guru adalah meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kesejahteraannya yang berujung pada peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan.
Pada tataran realitas, masih banyak penyimpangan yang jauh dari tujuan mulia tersebut, misalnya, masih banyak ditemukannya model pembelajaran konvensional (profesionalisme), terjadi pungutan liar sebelum dan sesudah sertifikasi (menjelang pencairan tunjangan) dan diskriminatif terhadap beban kerja (administratif). Jika hal ini menurut sebagian kita (guru) berasumsi bahwa hal ini adalah sudah biasa dalam dunia pendidikan, artinya kondisi ini mendarahdaging, maka tidak akan pernah menemukan kualitas pendidikan yang baik. Karena sejatinya yang harus diperbaiki adalah manusianya itu sendiri.
Rupaya SDM yang menjadi ujung tombak dalam perbaikan kualitas pendidikan masih lemah, jika SDM bagus dan memiliki mental yang kuat atas kesadaran dalam mengemban amanah bangsa untuk pendidikan, maka tentu akan banyak melahirkan generasi unggul di masa yang akan datang dengan misi perubahan. Bukan hanya isapan jempol belaka, jika manusianya perlu ditata dengan baik, khususnya bagi mereka yang berdedikasi tinggi untuk pendidikan, bukan sekedar asal menjadi guru. Hal ini penting bagi LPTK yang banyak melahirkan para guru, bukan sekedar meluluskan mereka, lebih dari itu membangun kesadaran diri dalam berdedikasi harus menjadi pemicu semangat untuk menjadi garda terdepan dalam membangun pendidikan Indonesia yang lebih baik.