Kurikulum 2013 |
Pendidikan bukan sekedar persoalan
sistem persekolahan, melainkan bagaimana bisa memanusiakan manusia sehingga
menjadi manusia seutuhnya baik lahir maupun batin. Dalam rangka mewujudkan
manusia seutuhnya, perlu kiranya untuk melihat persoalan dunia pendidikan kita.
Kompleksitas persoalan yang dialami dunia pendidikan kita hingga saat ini masih
terasa, mulai persoalan fasilitas, standarisasi hingga yang menjadi ujung
tombak pendidikan itu sendiri masih perlu dilakukan pembenahan terus menerus
(guru yang berkualitas).
Peningkatan kualitas pendidik dan pendidikan
menjadi fokus utama dalam rencana strategis (renstra) Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, sehingga ditahun 2045 generasi emas benar-benar terwujud. Semua itu
tak terlepas dari peran guru yang berkualitas. Dalam rangka meningkatkan guru
yang berkualitas tentu perlu adanya langkah-langkah riil dari pengambil
kebijakan di negeri ini. Salah satu kebijakan itu adanya program sertifikasi
guru yang akan dituntaskan pada tahun 2015.
Sudah sekian lama sertifikasi digulirkan
guna meningkatkan kulitas para pendidik di negeri ini, sehingga mampu
menghasilkan kualitas peserta didik yang produktif dan beradab. Kebijakan
sertifikasi sangat mulia, disamping meningkatkan kualitas guru juga
meningkatkan kesejahteraan guru. Namun, pada kenyataan mash banyak yang keluar
dari rel tujuan yang mulia itu. Sertifikasi menjadi urgen sekaligus mengandung
sejuta makna jika peyelenggara mampu konsisten dan komitmen dalam memegang
prinsip dalam pelaksanaannya, Pertama,
dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel. Pada prinsip ini tentu
jika benar-benar dilaksanakan dengan baik dan memiliki tingkat kejujuran yang
tinggi akan banyak menghasilkan guru professional yang ideal. Dengan demikian
peningkatan mutu pendidik dan pendidikan akan menjadi harapan yang nyata. Kedua, Berujung pada peningkatan mutu
Pendidikan Nasional melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru. Siapa yang
tidak ingin sertifikasi, hampir semua guru menginginkan hal itu. Karena melihat
tujuan dan tunjangan inilah yang memberikan semangat untuk memperbaiki kualitas
diri. Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru diharapkan mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat secara
berkelanjutan. Ketiga, Dilaksanakan
sesuai peraturan dan perundang-undangan. Program sertifikasi ini dilaksanakan
dalam rangka memenuhi amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan peraturan
pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Keempat, dilaksanakan terencana dan
sistematis. Pada tataran pelaksanaannya tentu harus direncanakan secara matang
dan sistematis agar berjalan efektif dan efesien sehingga benar-benar
menghasilkan guru profesional harapan bangsa yang akan melahirkan generasi emas
dimasa yang akan datang. Kelima, jumlah
peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh
pemerintah. Demi efektifitas dan efesiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta
penjaminan kualitas hasil sertifikasi, maka peserta sertifikasi ditentukan oleh
pemerintah atas jumlah data guru per Kab./Kota di pusat data Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dari kelima prinsip-prinsip tersebut
masih jauh dari panggang api, penyelenggara inkonsisten dalam pelaksanaannya.
Pada saat penetapan kuota, peserta kemudian mengikuti UKA, namun hasil UKA sama
sekali belum bisa menjadi pertimbangan untuk langkah selanjutnya, sehingga masa
kerja yang awalnya minimal 5 tahun akhirnya menjadi 7 tahun. Padahal
undang-undang mensyaratkan bahwa sejak UU No.14 Tahun 2005 disahkan, maka tentu
pada saat itu (2012) diambil minimal 5 tahun masa kerja. Logika sederhana,
ketika secara administratif telah terpenuhi semua, penetapan kuota bisa
dilakukan, sementara UKA bisa dijadikan pertimbangan untuk memberikan
objektivitas dan kredibilitas agar benar-benra menghasilkan guru yang
professional sejati.
Tak berhenti disitu, pemerintah rupanya
harus mengevaluasi kinerja para guru terutama mereka yang telah sertifikasi.
Dengan adanya evaluasi diharapkan ada pemetaan dan pemerataan kualitas guru.
Alhasil, UKG yang dilakukan bagi guru sertifikasi masih banyak bahkan ribuan
yang dinyatakan tidak lulus. Lalu siapa yang bertanggungjawab atas semua ini?
30,6 Triliun anggaran untuk peningkatan kualitas guru, anggaran yang sangat
bombastis itu belum menghasilkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin
membaik, namun sebaliknya akan menjadi malapetaka besar karena anggaran yang
besar tak sebanding dengan hasil yang diharapkan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
tujuan sertifikasi guru adalah (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugas sebagai pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2)
meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, dan (3) meningkatkan
profesionalisme guru. Dengan demikian secara umum tujuan program sertifikasi
guru adalah meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kesejahteraannya yang
berujung pada peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan.
Pada tataran realitas, masih banyak
penyimpangan yang jauh dari tujuan mulia tersebut, misalnya, masih banyak
ditemukannya model pembelajaran konvensional (profesionalisme), terjadi
pungutan liar sebelum dan sesudah sertifikasi (menjelang pencairan tunjangan)
dan diskriminatif terhadap beban kerja (administratif). Jika hal ini menurut
sebagian kita (guru) berasumsi bahwa hal ini adalah sudah biasa dalam dunia
pendidikan, artinya kondisi ini mendarahdaging, maka tidak akan pernah
menemukan kualitas pendidikan yang baik. Karena sejatinya yang harus diperbaiki
adalah manusianya itu sendiri.
Rupaya SDM yang menjadi
ujung tombak dalam perbaikan kualitas pendidikan masih lemah, jika SDM bagus
dan memiliki mental yang kuat atas kesadaran dalam mengemban amanah bangsa
untuk pendidikan, maka tentu akan banyak melahirkan generasi unggul di masa
yang akan datang dengan misi perubahan. Bukan hanya isapan jempol belaka, jika
manusianya perlu ditata dengan baik, khususnya bagi mereka yang berdedikasi
tinggi untuk pendidikan, bukan sekedar asal menjadi guru. Hal ini penting bagi
LPTK yang banyak melahirkan para guru, bukan sekedar meluluskan mereka, lebih
dari itu membangun kesadaran diri dalam berdedikasi harus menjadi pemicu semangat
untuk menjadi garda terdepan dalam membangun pendidikan Indonesia yang lebih
baik.