Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

Orientasi Siswa dan Pembentukan Karakter

Orientasi Siswa dan Pembentukan Karakter
Oleh: Ramadhon, AS

Dalam rangka menyambut siswa baru biasanya sekolah telah menyiapkan penyambutan atas kedatangan anak bangsa. Penyambutan ini biasanya melibatkan siswa senior dalam hal teknis pelaksanaan. Sambutan itulah yang kemudian disebut dengan Masa Orientasi Peserta Didik Baru yang lebih dikenal MOPDIK. Dulu istilah orientasi dikenal denngan Masa Orientasi Siswa (MOS), mengingat seiring perkembangan zaman dan dalam UU SISDIKNAS tidak termaktub penggunaan istilah siswa, yang ada hanyalah peserta didik, maka secara otomatis sekolah mengikuti aturan diatasnya (menyesuaikan).

Masa orientasi menjadi momentum tersendiri setiap sekolah untuk memberikan kesan pertama terhadap peserta didik baru. Jika masa orientasi ini bagus dan mengandung nilai-nilai kemanusiaan (karakter), maka tentu sekolah pun terkesan baik dan unggul. Secara sederhana tujuan dari masa orientasi ini adalah untuk memperkenalkan lingkungan baru (seluruh komponen), dimana 3 tahun kedepan menjadi ladang ilmu yang bermanfaat untuk masa depan anak bangsa.

Masa orientasi siswa baru penting dilaksanakan karena merupakan kegiatan yang sangat strategis dalam pembinaan kesiswaan yang bertujuan mengantarkan siswa untuk beradaptasi di sekolah. Pada saat orientasi siswa baru, siswa belajar mengenal lingkungan sekolah yang baru, teman baru, guru baru, budaya belajar, tata tertib sekolah, dan lain-lain. Saat itu, siswa juga dibekali materi kepribadian, adiwiyata, keterampilan, dan ketangkasan. Jadi, kegiatan orientasi siswa baru diharapkan dapat membantu siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah secara cepat.

Sementara itu dasar hukum pelaksanaan MOS/MOPDIK antara lain ; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, Permendiknas no. 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan serta Surat Edaran Dirjen Dikdasmen no.220/C/MN/2008 tentang Kegiatan Masa Orientasi Siswa.
Secara umum dasar hukum diatas cukup representatif untuk dilaksanakannya masa orientasi yang berintegritas dan edukatif. Untuk itulah, masa orientasi ini cukup menyita perhatian dari beberapa pengamat pendidikan bahkan guru itu sendiri. Dengan harapan masa orientasi ini membawa perubahan dalam diri peserta didik bukan hanya sebatas pengenalan lingkungan baru, apalagi berbau perpeloncoan dengan dalih apapun selama itu bertentangan dengan hati nurani anak sangat tidak dibenarkan. Maka dari itu masa orientasi diharapkan juga bermuara pada pembentukan karakter anak sebagaimana yang dibumingkan akhir-akhir ini.

Dalam pembentukan karakter di masa orientasi ini dimaksudkan adalah bagaimana kegiatan itu bisa memberikan implikasi signifikan terhadap anak pasca orientasi, misalnya anak lebih mengenal siapa dirinya, untuk apa mereka ada disini. Anak lebih memiliki sikap kemandirian, bertanggungjawab dan mengenal potensi yang dimilikinya setelah mereka mengikuti kegiatan tersebut. UU SISDIKNAS pun mengisaratkan pembentukan karakter, hal ini termaktub dalam pasal 3 yang berbunyi “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Setidaknya dalam pasal 3 tersebut ada 2 hal yang perlu digaris bawahi, pertama; pengembangan  karakter. Pengembangan karakter tidak bisa berdiri sendiri, dimana karakter ini perlu pembinaan secara intensif untuk melahirkan karakter yang baik. Guru sebagai pembina tidak cukup memberikan contoh, namun harus siap dijadikan contoh. Hal inilah yang belum merata pada diri seorang guru. Guru lebih banyak memberikan contoh karakter baik, namun sedikit guru menjadi contoh dalam pendidikan karakter. Dengan demikian jika pembentukan karakter ini dipahami sebagai usaha bersama seluruh stakeholder yang ada, maka tidak hanya melahirkan karakter anak yang bermartabat, melainkan melahirkan generasi yang siap bersaing dimasa yang akan datang.

Kedua; pengembangan potensi. Potensi sebenarnya telah ada pada diri anak sejak lahir. Potensi yang Tuhan berikan sangatlah berlimpah ruah sehingga tidak ada anak yang tidak memiliki potensi. Sama halnya dengan pembentukan karakter, pengembangan potensi anak pun tidak bisa mengalir begitu saja. Potensi itu perlu wadah agar pemberdayaan terus diasah dan digali guna melahirkan potensi yang semaksimal mungkin. Pemberdayaan itulah tentu sekolah harus siap dengan sekala perangkatnya. Mulai dari sumber daya manusia yang unggul, fasilitas yang memadai dan kegiatan sekolah efektif dan kreatif. Sehingga harapannya peserta didik berkembang dengan segala potensinya yang ada agar menjadi manusia yang berimtaq, cakap, kreatif dan memiliki integritas yang baik.

Untuk itulah momentum masa orientasi kali ini bisa dijadikan refleksi bagi kita semua baik ada disekolah maupun diluar sekolah yang masih peduli dengan kondisi pendidikan yang semakin mengalami disorientasi. Jika masa orintasi ini hanya dijadikan alat kelengkapan ceremonial peyambutan semata oleh sekolah. Maka tentu sekolah gagal membentuk karakter bangsa yang bermartabat, sekolah tidak lain hanyalah mementingkan profit oriented yang mengabaikan kebutuhan anak didiknya. Jadikan masa orientasi ini sesuai rambu-rambu dari pemerintah, bukan ajang senioritas yang berkuasa. Seluruh komponen sekolah harus terlibat aktif membina, mengawasi dan mengevaluasi agar momentum ini menjadi momentum kebangkitan karakter menuju generasi emas dimasa yang akan datang. Semoga bermanfaat*