Pemuda : Sekali Berarti, Setelah Itu Mati Oleh: Romadhon, AS |
Dulu, dengan gagah Bung
Karno pernah berkata, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia.”
Sekarang, untuk menyesuaikan dengan keadaan zaman, supaya bisa up to date, dan laku di pasaran, kalimat
itu sedikit diubah menjadi, “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku bentuk boys band”.
Sebuah paragraf awalan
yang bisa menjadi representasi dinamika dunia kepemudaan bangsa ini. Mewakili
realita perubahan respons pemuda terhadap “tantangan zaman” yang sesungguhnya
lebih luas dan signifikan. Bagaimana di era globalisasi ini tidak sedikit
pemuda yang sudah berbeda gayanya dengan pemuda tempo doeloe. Pemuda di masa
awal reformasi, orde baru, orde lama, atau bahkan masa penjajahan.
Dulu pemuda kumpul di
rumah teman sejawatnya, di tengah temaram lampu minyak, berbisik-bisik,
mendiskusikan keresahannya terhadap kemerdekaan bangsa yang tak kunjung
diproklamasikan. Berbeda dengan cerita semalam kemarin, muda-mudi kongkow di
sudut kafe, di tengah gemerlapnya lampu disko, berteriak-teriak bersaing dengan
bunyi drum dan gitar, “mendiskusikan” keresahannya terhadap baju impor ala
artis korea yang tak kunjung didapatkannya.
Juga, jika dulu di masa
penjajahan para pemuda rela mengorbankan harta, jiwa dan fikirnya untuk
meledakkan gudang senjata Belanda atau menancapkan bambu runcing di dada
penjajah Jepang, maka sekarang para pemuda juga rela memberikan segenap harta,
jiwa, dan fikirnya untuk sekedar nyalon, nyanyi-nyanyian atau bahkan nyabu.
Memperkaya orang lain dan memiskinkan diri sendiri. Miskin harta, miskin ilmu,
dan miskin moral. Perlu diketahui bahwa ada sebuah catatan luar biasa ketika
pendapatan industri K-pop korea mencapai USD 3,4 Miliar pada 2011 (CNBC.com),
salah satu konsumen yang menyumbangkan angka tersebut adalah pemuda Indonesia.
Lalu, untuk industri kebudayaan negeri sendiri, bagaimana?
Teringat juga cerita
ketika zaman orde baru, menjelang awal reformasi. Para pemuda lintas pulau
lintas provinsi saling berkirim surat. Secarik surat undangan untuk
konsolidasi, demi menyamakan persepsi tentang keadaan dan kinerja pemerintahan
yang korup pada saat itu dengan bahasa yang tandas dan jelas. Hingga akhirnya
sampai pada kesimpulan bahwa pemuda harus bergerak menduduki gedung DPR,
mengepung istana negara, dan meneriakkan mandat rakyat demi menurunkan rezim
pemerintah dari kursinya. Berbeda halnya dengan realita kebanyakan pemuda saat
ini, dengan semangatnya, muda-mudi chatting-an,
fb-an, twiter-an, dengan bahasa yang alay dan lebay. Sampai lupa bahwa ada
kehidupan nyata di luar sana. Lupa dengan pekerjaan-pekerjaan yang belum
selesai dikerjakan oleh abang-abang pendahulunya.
Sesungguhnya bukan
teknologinya yang salah. Teknologi ada untuk mempermudah manusia untuk
berdiskusi meningkatkan kepekaan batin terhadap kondisi negeri ini. Kecepatan
komunikasi ditingkatkan untuk mempermudah manusia mengeksplorasi informasi
tentang dinamika ekonomi, sosial, politik, dan iptek dunia. Bukan sekedar untuk
obrol ringan tanpa makna. Janganlah disorientasi dan salah arah!
Kita tahu, jalan juang
sejarah bangsa ini penuh dengan darah dan peluh para pemuda. Tanggal 20 Mei
1908, Ibu Pertiwi menjadi saksi berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Sebagai
percikan api, pemantik ledakan pergerakan nasional di Indonesia. Sebuah
organisasi yang didirikan oleh pemuda-pemuda terpelajar yang resah akan
eksistensi bangsanya masa itu. Lanjut lagi pada momentum Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928, ketika pemuda-pemudi Indonesia mendeklarasikan jati diri
bangsanya yang terangkum dalam tiga poin: bertumpah darah satu, berbangsa satu,
berbahasa satu yakni Indonesia. Selanjutnya, pemuda lagi, pemuda lagi, dan
lagi-lagi pemuda. Sejarah bangsa ini tak pernah lepas dari sejarah dan peran pemudanya.
Pemuda saat ini
mendapatkan cerita tentang jalan juang pemuda tempo doeloe yang gagah berani
dari abang-abang pendahulu yang mengalami sejarahnya. Dan malu rasanya jika
masa depan nanti, ketika pemuda sekarang menjadi abang-abang bagi pemuda di
masa depan dan menceritakan sejarah pemuda semasanya yang alay lebay.
Apa
sebenarnya yang salah dengan pemuda di negeri ini?
Sekurang-kurangnya ada
tiga hal yang menyebabkan virus ke-alay-an merajalela di kalangan para pemuda.
Aromanya merasuk dan merangsek ke dalam rongga jiwa pemuda harapan bangsa.
Rasanya sudah terasa walaupun tidak terkecap lidah manusia. Pertama, arus
globalisasi yang tidak diimbangi dengan kontrol sosial dari lingkungan
sosialnya. Lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan keluarga.
Ketika arus informasi luar masuk dengan begitu hebatnya, lingkungan keluarga
tidak siap menjadi filter bagi para pemuda. Akibatnya arus informasi pun masuk
dan tak terbendung lagi. Selain itu, salah persepsinya pemuda terhadap istilah up to date. Tak bisa dimungkiri bahwa
perubahan suatu kelompok berawal dari perubahan individu-individu pembentuknya.
Istilah up to date yang diartikan
melihat, memahami, dan menerapkan adalah konsep pemahaman yang salah.
Seharusnya up to date ini dipahami
sebagai proses dari melihat, memahami, membandingkan dengan identitas asli
bangsa Indonesia. Baru jika hal itu sesuai bisa diterapkan. Jika tidak, urusan
lain jadinya. Terakhir karena kurangnya sosialisasi tentang identitas bangsa
Indonesia dari para pemangku kebijakan negara ini, bukan hanya identitas dalam
arti nama atau wawasan nusantara. Lebih dari itu, identitas ideologi, identitas
ekonomi, dan identitas sosial budaya bangsa Indonesia. Identitas ideologi
bangsa ini adalah ideologi pancasila. Identitas ekonomi bangsa ini adalah ekonomi
berazas kekeluargaan. Identitas sosial budaya bangsa ini adalah gotong royong,
sopan santun dan ketimuran.
Saat ini, di titik ini,
perlu ditekankan, cukup sudah cerita ini, semuanya masih belum terlanjur,
semuanya masih bisa berubah. Sebuah pepatah arab berbunyi, “Likulli marhalatin rijaaluha,” setiap
zaman ada pahlawannya, setiap zaman ada pejuangnya. Beda zaman beda tantangan.
Jika dulu para pemuda berjuang mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Indonesia, maka sekarang sejatinya peran pemuda adalah
membawa rakyat Indonesia memasuki pintu gerbang kemerdekaannya dan menikmati
udara kebebasannya dengan karya-karya inovasi yang menyejarah.
Rakyat bangsa ini
merindukan pemuda yang terus berkarya penuh semangat. Seperti kata Chairil
Anwar, pemuda yang terus maju. Sekali berarti, setelah itu mati! SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA ke 86 TAHUN 2014,
PEMUDA HARAPAN BANGSA!