Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

MEA Ajang Menjaga Keanekaragaman Budaya dan Bahasa


Oleh:  Tika Oktafia Aldila -- 160401140143
 (Mahasiswa PGSD – FIP Angkatan 2016 – Kelas D)


Di dalam kehidupan sering dijumpai adanya perbedaan, tak terkecuali  di Indonesia dan di Kampus Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama). Dimana banyak sekali mahasiswa dari berbagai macam suku di Indonesia yang menempuh pendidikan di kampus yang dijuluki The Multicultural University tersebut. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidupnya tentu membutuhkan manusia lainnya. Atau dengan kata lain bahwa dalam hidupnya manusia tidak terlepas hubungannya dengan manusia lainnya, sehingga hubungan antar manusia tersebut merupakan kebutuhan objektif.

Berdasarkan pemaknaan multikulturalisme, maka hal ini dapat dimaknai sebagai keberagaman kebudayaan dalam  kehidupan mahasiswa di kampus Unikama dalam suasana yang harmonis. Hal ini disebabkan karena mahasiswa di kampus tersebut sangat menjunjung tinggi rasa saling menghormati antar suku sehingga dapat menjadikan kampus ini sebagai kampus multikultural. Dengan adanya perbedaan baik suku bahasa dan agama tersebut mahasiswa di kampus ini memupuk diri agar memiliki sikap toleransi dan saling menghormati antar mahasiswa, dosen dan karyawan. Hal tersebut juga berguna untuk mewujudkan ketentraman dan menjalankan rutinitas akademis.

Tetapi dengan seiring berjalanya waktu, keberagaman suku bangsa bahasa dan agama tersebut menjadi konflik tersendiri bagi mahasiswa khususnya daerah jawa. Karena kebanyakan mahasiswa daerah luar Jawa hanya bergaul dan menjalin komunikasi hanya dengan suku yang sama dengan mereka. Mereka menutup diri dengan mahasiswa daerah Jawa karena menganggap bahasa dan kebudayaan mereka tidak sama dengan kebiasaan yang ada di kehidupan sebelumnya, sehingga bagi masyarakat Jawa merasa kesulitan untuk menjalin komunikasi dan bergabung dengan mereka.
Ulasan mengenai multikulturalisme tersebut menimbulkan ulasan mengenai berbagai permasalahan yang mencakup ideologi,demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), dan prinsip-prinsip etika. Dari segi konteks, multikulturalisme berbanding terbalik dengan segi konsep. Hal ini disebabkan karena dari segi konsep menjelaskan hanya teori yang dirancang sedemikian rupa sehingga hampir tidak sesuai dengan kenyataan yang ada,tetapi dari segi konteks kita membicarakan hal-hal yang berhubungan langsung dengan kenyataan yang ada di dalam kehidupan kampus , kita melihat kejadian tersebut secara teori empiris yaitu teori yang tidak menilai baik buruknya suatu kebudayaan.

Sebagai mahasiswa dalam masyarakat jawa yang mematuhi norma dan nilai di lingkungan sekitar , kita tetap menghargai dan menghormati perbedaan  mengenai agama, ras, suku, bahasa. berdasarkan kode etik kebangsaan yang berpegang teguh pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum karena kita memahami bahwa perbedaan di kampus kami hanyalah halangan yang akan menyatukan perbedaan dengan tujuan yang sama yaitu menjadi pribadi yang lebih baik dengan belajar dan memperbanyak ilmu sehingga kami dapat turut serta dalam mewujudkan sila ke-3 dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga tercipta Indonesia yang damai dan tentram walaupun suku bangsa, bahasa dan agama di Indonesia sangat beranekaragam. Tetapi kami menyadari bahwa kami ada dalam negara yang sama sehingga semua perbedaan dapat menjadi pemersatu yang dapat menguatkan dan memperkokoh negara Indonesia dan negara kami terjaga dari ancaman dari dalam negeri yang berhubungan dengan perbedaan ideologi. Karena kami saling menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada dalam daerah kami masing masing dan kami saling mengajarkan kepada mahasiswa daerah lain mengenai kebudayaan-kebudayaan yang ada di daerah asal mahasiswa masing masing. Dengan cara tersebut antar mahasiswa yang berlainan kebudayaan bisa saling mempelajari berbagai macam budaya dari berbagai macam suku.

Hal tersebut akan semakin memperkuat tali silaturahmi antar bangsa dan memperkokoh pilar-pilar Bhineka Tunggal Ika yang berlandaskan pancasila. Dengan seperti itu kita sebagai mahasiswa yang mengemban pendidikan di Kampus Multikultural bisa menjadi contoh untuk mahasiswa yang lain agar bisa menjujung tinggi toleransi antar suku agar tidak menjadi konflik sosial. Kehidupan yang mempunyai banyak perbedaan suku, agama dan ras akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri untuk bangsa Indonesia jika dari perbedaan tersebut ada sikap toleransi yang tinggi. Karena suatu bangsa bisa pecah jika tidak terdapat nilai toleransi yang tinggi. Kehidupan yang bertumpu pada sila-sila dalam Pancasila yang dapat menjadi kedamaian dan ketentraman dalam kampus tersebut. Kehidupan dalam kampus menjunjung tinggi persatuan yang mana mereka saling menghargai satu sama lain dan tidak merendahkan kebudayaan sesama , dengan menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air yang mempunyai berbagai macam suku, mereka belajar melestarikan budaya mereka tanpa mendeskriminasi budaya lain. Hidup berdampingan dengan orang luar memang menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa.

Seiring memasuki Era MEA dimana kami harus pintar-pintar menjaga budaya yang kita miliki agar tidak diplagiasi oleh negara lain, karena jika itu terjadi maka kami sendiri yang akan merugi , karena tidak bisa menjaga budaya sendiri. Di kampus kita juga melestarikan budaya berbicara dengan berbagai macam suku, karena kami tidak hanya mempelajari satu-dua suku saja tapi banyak sekali suku dengan bahasa yang berbeda. Dengan hal itu, kami juga mengajarkan bagaimana bahasa kami, bahasa Indonesia yang benar maupun bahasa Jawa yang biasanya dipakai oleh mahasiswa Jawa. Jadi mereka tidak heran dengan bahasa kami, karena kami sudah memperkenalkanya mulai sejak awal. Sebagai sesama mahasiswa, kami saling membantu tentang kesulitan berbahasa, karena mempelajari bahasa tidak mudah, butuh ketelatenan dan harus mempelajari bahasa tersebut dengan efektif, jika mempelajari setengah-setengah hasilnya juga akan setengah-setengah. Mempelajari suatu bahasa juga harus mengetahui maknanya , karena jika kita salah mengucap satu kata itu akan berbeda makna.

Minoritas mahasiswa jawa di kampus membuat kami sulit memahami bahasa orang luar jawa. Tetapi sedikit demi sedikit kami mengerti arti kata dan pengucapan yang benar. Karena kami juga ingin mengusai berbagai macam bahasa daerah di Indonesia. Tidak sedikit mahasiswa luar jawa tertarik untuk mempelajari bahasa Jawa, mereka terlihat sangat antusias mengucapkan bahasa Jawa dengan baik dan benar. Menurut mereka bahasa Jawa adalah bahasa yang halus pengucapanya dan mereka tidak sulit untuk mengucapkan meski kadang mereka salah mengucap huruf vokal. Tetapi kita tidak mendiskriminasi kesalahan tersebut dan juga kami membantu untuk membenarkan pengucapan yang benar. Karena kami disini sama-sama belajar jadi tidak ada yang merasa menggurui. Semua yang kami pelajari pasti akan berguna suatu saat nanti jika kita memasuki dunia kerja. Perbedaan tidak membuat keadaan menjadi berubah, tetapi perbedaan yang membuat kita menjadi satu kesatuan yang berdasarkan pilar pancasila. Yang akan terus tergenggam erat seperti Garuda yang mencengkeram erat tulisan Bhineka Tunggal Ika.