Nyaris tak banyak orang yang bertanya, untuk apa
sesungguhnya menyekolahkan anak kita? Mestinya agar anak kita siap lahir dan
bathin menghadapi realita hidup yang berubah sangat cepat. Tetapi kenyataannya
sejak ratusan tahun, praktek proses belajar di sekolah tidak banyak berubah.
Faktanya, 4 pemimpin dunia bersepakat merancang pendidikan
untuk menjawab kebutuhan industri, utamanya berperan mencetak pekerja (baca;
buruh) pabrik. Penekanan proses di sekolah agar tumbuh kembang mentalitas
industrial yakni dalam rangka membangun produksi massa dan kontrol massa. Hal
ini menjadi orientasi serta prioritas di sekolah. Seth Godin seorang penulis
sekaligus pebisnis berpendapat bahwa tujuan utama sistem pendidikan adalah
melatih orang agar mau bekerja di pabrik. Ken Robinson seorang penulis dan
pemerhati pendidikan berpendapat, bahwa pendidikan memang dirancang atas
kepentingan zaman industri, maka dari itu otomatis mencerminkan sebagai
berikut:
Satu: Nilai-nilai zaman industri
Sekolah mendidik siswa dengan menggunakan labeling, dan
mengatur kehidupan mereka dengan membunyikan bel—Sepanjang hari agar siswa
tidak melakukan tindakan apapun kecuali harus mengikuti instruksi, yakni duduk,
perintah keluarkan buku, siswa diminta membuka buku halaman sekian, kerjakan
soal nomor sekian. Siswa dilarang berbicara. Di sekolah, siswa dinilai
berdasarkan apa yang diinstruksikan guru. Hal seperti itulah, merupakan
nilai-nilai industrial yang penting bagi para pekerja pabrik. Kesuksesan mereka
ditentukan oleh ketaatan mengikuti instruksi dan melakukan tepat apa yang
dikatakan pada mereka. Tetapi saat ini, sejauh mana siswa akan berhasil jika
hanya mengikuti instruksi? Padahal dunia modern konon sangat menghargai orang
yang kreatif, yang mampu mengomunikasikan ide-ide, dan bekerja sama dengan
orang lain. Tetapi siswa, anak-anak kita kenyataannya tidak punya memiliki
peluang, kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan itu dalam sistem yang
berdasarkan nilai-nilai yang diproduksi oleh zaman industrial.
Dua: Kehilangan otonomi dan kontrol
Di sekolah, siswa kehilangan otonomi dan kontrol. Setiap
menit dalam hidup mereka di sekolah, dikontrol ketat oleh peraturan. Padahal di
kehidupan dunia nyata saat ini, jika siswa memilih mengerjakan suatu pekerjaan
penting, maka seharusnya para siswa dapat mengatur waktu sendiri. Para siswa
dapat mengambil keputusan sendiri apa yang harus dilakukan dan kapan. Tetapi
sekolah sangat berbeda. Sekolah menyampaikan pesan yang sangat berbahaya bahwa
mereka tidak berkuasa atas hidupnya sendiri. Mereka hanya menjalankan apa yang
telah tertulis, bukannya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengatur sendiri
kehidupan mereka dan memaksimalkan potensinya. Padahal para ahli yakin bahwa
otonomi sangat penting bagi siswa. Tidak heran siswa mengalami kebosanan dan
sangat tidak termotivasi di sekolah. Bisa Anda bayangkan jika Anda
terus-menerus diberitahu apa yang harus dilakukan di setiap menit hidupmu. Pink
seorang penulis buku tentang perilaku, menulis : Otonomi adalah kebutuhan
psikologis bawaan—juga Peter Gray seorang psikolog : Anak-anak tidak suka
sekolah karena mereka merasa tidak bebas di sekolah.
Tiga: Pembelajaran yang tidak otentik
Kebanyakan apa yang dijalankan di sekolah saat ini tidak
otentik karena bergantung pada hafalan dan panutan. Sistem yang dibangun
menghasilkan seperangkat pengetahuan umum yang harus diketahui oleh setiap
anak. Kemudian setiap berapa bulan hafalan mereka diukur dengan ujian. Kita
semua tahu cara tersebut sama sekali sangat tidak otentik karena pasti sudah
hilang setelah ujian. Belajar bisa jauh lebih mendalam dan otentik, lebih dari
sekadar menghafal dan mengingat. Tapi hanya itu yang kita ukur dan nilai ujian
adalah satu-satunya yang dinilai. Ini sangat jelas hanya menciptakan budaya
yang sangat tidak sehat antara siswa, orang tua dan guru. Siswa menghadapi
situasi yang tidak mengenakkan, di rumah menghafalkan sampai larut malam
fakta-fakta tidak penting yang akan sangat cepat dilupakan.
Empat: Tak ada tempat untuk passion dan minat
Kita punya sistem yang sangat standard di mana siswa belajar
pada waktu yang sama, tempat yang sama, dan cara yang sama. Ini tidak
menghargai fakta dasar sebagai manusia, yang unik dan berbeda satu sama lain.
Kita semua memiliki passion dan minat yang masing-masing. Dan kunci pemenuhan
hidup adalah menemukan passion masing-masing siswa. Namun apakah sekolah saat
ini mendukung siswa menemukan dan mengembangkan passionnya? Tampaknya tak ada
ruang di sekolah saat ini yang mendukung siswanya menjawab
pertanyaan-pertanyaan penting dalam hidup mereka.
Apa keahlianku?
Apa yang ingin kulakukan dalam hidup?
Bagaimana aku masuk dalam dunia ini?
Sistem pendidikan tampaknya sangat acuh, tidak terlalu
peduli. Ada begitu banyak orang hebat yang gagal di sekolah tradisional.
Untungnya mereka berhasil mengatasi kegagalan tersebut. Tapi tak semuanya bisa.
Kita tidak bisa mengukur betapa banyaknya bakat dan potensi yang tidak
terdeteksi dalam sistem saat ini.
Winston Churchill : Nilai rata-ratanya C di sekolah.
Steven Spielberg : tidak naik kelas 6.
John Lennon : dianggap tidak punya harapan dan dianggap
badut kelas.
Albert Einstein : dikeluarkan dari sekolah karena suka
melawan.
Lima: Perbedaan cara belajar
Masing-masing orang memiliki perbedaan gaya belajar sendiri.
Berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk belajar, media atau sumber daya
apa yang paling sesuai untuk kita. Tetapi sistem tidak punya ruang untuk
perbedaan ini. Jadi jika siswa sedikit lambat mempelajari sesuatu, maka siswa
akan dianggap gagal. Padahal yang kita perlukan adalah sedikit waktu untuk
mengejar.
Enam: Menceramahi
Dalam sistem sekolah yang ada saat ini, anak diceramahi
lebih dari 5 jam sehari. Tapi ada masalah dalam metode ceramah. Sal Khan dari
Khan Academy menyebut bahwa ceramah adalah pengalaman mendasar yang
mengakibatkan penghilangan kemanusiaan (dehumanisasi). Tiga puluh siswa tidak
boleh berbicara satu sama lain. Dalam satu kelas terdapat beberapa siswa dengan
level pemahaman yang berbeda-beda. Dan guru tidak memedulikan siswa yang bosan
karena sudah lebih maju, atau yang bingung karena tertinggal. Karena internet
dan media digital, siswa mampu mendapatkan semua informasi dari seluruh dunia
di ujung jari mereka. Teknologi memungkinkan siapa saja untuk mempelajari apa
saja. Tetapi karena takut tidak bisa mengontrol, sistem ini tidak memanfaatkan
sumber daya luar biasa ini.
Semua sistem pendidikan yang berbasis pada zaman
industrialisasi telah ketinggalan zaman dan tidak efektif, jika kita hendak
menyiapkan anak-anak kita di dunia modern, jika kita ingin kegiatan belajar
lebih efektif dan menarik, maka kita harus mengubah sistem pendidikan kita
secara fundamental.
Diterjemahkan bebas oleh Tita, relawan SALAM dari Great Big
Mind-6 Problems With ModernSchooling System
https://www.salamyogyakarta.com/enam-permasalahan-sistem-sekolah-modern/