Oleh:
Nuril Huda A
(Mahasiswa Manajemen Universitas Kanjuruhan Malang Angkatan 2017)
Multikulturalisme
Multikulturalisme menjadi sebuah
paham ataupun ajaran ditengah masyarakat yang heterogen. Paham
multikulturalisme identik dengan (plural) perbedaan ras, suku, ataupun bahasa.
Clifford Geertz memberi definisi bahwa sebuah masyarakat plural yang terbagi menjadi
subsistem embrio itu sendiri dan terikat dalam ikatan primordial. Multikultural
adalah keberagaman culture itu sendiri, dan multikulturalisme itu adalah paham
yang akan membawa kedalam masyarakat multikultural. Bangsa kita adalah bangsa
yang plural dengan ratusan suku dengan adat budayanya serta bahasanya,
perbedaan itu tersatukan dalam bhineka tunggal ika (berbeda-beda tetapi
tetap satu). Pidato Ir. Soekarno dalam sidang PBB tahun 60 an telah mengatakan keberagaman bangsa Indonesia
menjadi satu didalam nasionalisme itu sendiri.
Nasionalisme berbangsa dan
bernegara akan terbentuk dengan sendirinya ketika kemajemukan bangsa ini dapat
terimplementasikan dengan nilai-nilai toleransi, saling mengerti dan
menghargai. Bukan barang tidak tentu pasti sering terjadi konflik ditengah
masyarakat multikultural, sudah sangat sering kita disuguhi berita-berita
konflik antar masyarakat multikultur karena kurangnya sikap
mengerti/pengetahuan akan adat istiadat suatu kelompok, serta jarang sekali ada
forum yang memberikan ruang dialogis antar kelompok sehingga terjadi kesalahpahaman.
Sikap fanatik/primordial yang sangat berlebihan sehingga membuat mindset masyarakat berasumsi yang barang
belum tentu kebenaran akan kelompok tersebut. Belum lagi menghadapi zaman
digital yang mayoritas dikonsumsi oleh generasi bangsa, karena dari media kita tahu dan
menimbulkan asumsi, tanpa kita mengerti kebenaran dari berita tersebut. Hingga
sampai saat ini kami sering sekali mendengar bahwa asumsi yang belum pasti
benar terhadap budaya maupun karakter kelompok lain.
Tapak tilas gerakan teoritis
Multikulturalisme
Mutikulturalisme pertama kali muncul sebagai sikap teoritis pada
tahun 1960 melalui gerakan-gerakan reformis dari ras kulit hitam di Amerika
Serikat, salah satunya ialah Marcuse Garvey yang menginspirasikan gerakan
kembali ke Afrika. Gerakan multikultural memang identik dengan plural, dimana terdapat
ketertindasan dari mayoritas terhadap minoritas, hal ini memicu pembentukan
nasionalisme etnokultural. Multikultural semakin berkembang diberbagai negara.
Negara-negara uni eropa merespon positif perkembangan multikultural dengan
memadukan multikultural dengan kebijakan-kebijakan publik. Multikultural
berpijak pada perbedaan multi etnis, dalam kebijakan publik suatu negara
mempunya PR besar bagaimana untuk menyetarakan perbedaan tersebut menjadi
kesatuan/nasionalisme.
Bangsa kita adalah bangsa yang
multi etnis, terdapat lebih dari 500 suku dan memiliki adat istiadat dan budaya
yang berbeda-beda. Memiliki embrio kultural yang berbeda, dan hal itu
mempengaruhi jalannya multikultural yang membawa kepada persatuan itu sendiri.
Andrew Heywood mengutarakan bahwa ada identitas politik yang dominan dalam suatu masyarakat
multikultural, Antonio gramsc dalam Nezar Patria menjelaskan adanya dialektika
kekuasaan bahwa yang mayoritas akan menguasai minoritas. Kenyataan hari ini
yang terjadi memang demikian, maka perlu adanya penyetaraan secara formal. Menurut Andrew Heywood agar semua
masyarakat multikultural secara kolektif memiliki kesempatan yang sama baik
dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi maupun sosialnya. Dalam berbangsa dan
bernegara teridentifikasi ciri-ciri multikulturalisme. Pertama, politik
pengakuan merupakan sebuah sitem budaya poltik antara superstruktur dengan
basis struktur. Penguasa mayoritas akan menjadi superstruktur yang akan
menguasai budaya minoritas, karena adanya perbedaan inilah memunculkan pendapat bahwa
nasionalisme etnokultural terbentuk. Maka diperlukannya sikap-sikap toleransi,
rekognisi serta saling memahami untuk menghindari sikap-sikap intoleransi. Bukan
hanya bisa menerima perbedaan yang ada tetapi saling memahami kondisi adat dan
praktiknya menjadi hal yang penting agar kehidupan berwarna menjadi satu
kesatuan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Kedua, budaya dan
identitas merupakan legitimasi bagi budaya tertentu terhadap publik. Sehingga
dengan adanya legitimasi tersebut akan memunculkan sebuah kesadaran budaya dan
mengembangkannya tanpa meninggalkan substansi dari budaya itu sendiri.
Ketika identitas seseorang diakui
oleh publik, ataupun sosialnya, maka orang itu akan timbul rasa kebanggaan akan
dirinya sendiri dan semakin percaya diri untuk mengembangkan budayanya tanpa
rasa minder sedikitpun. Ketiga, hak-hak minoritas menjadi hal yang berjalan
berdampingan dengan multikulturalisme itu sendiri. Kebijakan politik pemerintah
memang seharusnya memperhatikan kondisi praktik dan pemahaman suatu budaya,
terlebih untuk minoritas. Will Kymlicka memberikan pandangan yang sistematis
untuk mengidentifikasi hak-hak minoritas ataupun multikultural. Hak mengatur dirinya sendiri, hak,
polietnis, dan hak perwakilan. Dengan pandangan yang sistematis
tersebut Kymlicka berpendapat bahwa diskriminasi positif untuk
kepentingan suatu kelompok mayoritas maupun minoritas akan dapat terpenuhi. Keempat,
keragaman yang bersesuaian akan menghasilkan kohesi politik yang akan
menumbuhkan semangat kecintaan terhadap tanah air mereka. Begitupun dengan kaum
nasionalis memiliki pendapat jika keragaman yang bersesuaian akan menumbuhkan
semangat nasionalisme. Indonesia terlahir dengan beribu-ribu pulau serta
berbagai etnis budaya, kenyataan kondisi geografis Indonesia yang terbagi
banyak teritorial menjadi kekuatan untuk saling bertukar pemahaman dan memiliki
banyak gagasan-gagasan kecintaan tanah air yang unik.
Andrew Heywood memandang bahwa multikulturalisme menjadi sebuah
ideologi yang sangat kuat dimasa globalisasi abad 19 dan abad 20. Keragaman
komunitas sipil kewargaan tidak bisa dihindari karena banyaknya imigrasi dari
kelompok etnis tertentu yang menjadi bagian penting bagi suatu negara, karena
bagaimanapun juga hak-hak suatu kelompok etnis menjadi tanggung jawab bagi
pemerintah. Dengan kondisi global yang demkian mendapat sambutan positif bagi
negara-negara didunia dengan memasukkan nilai-nilai multikulturalisme kedalam
kebijakan politik negara agar hidup berdampingan.
*Makalah ini dipresentasikan saat DESIMINASI #3 mata
kuliah Pendidikan Jati Diri Kanjuruhan (PJDK) pada tanggal, 4 Januari 2018