Yth. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan-Unikama, Dr. Choirul Huda, M.Si
Yang Kami Hormati Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan-Unikama, Dr. Cicilia
Ika Rahayu Nita, M.Pd
Yang kami hormati Para Ketua Program Studi dan seluruh dosen di
lingkungan FIP Unikama
Yang Kami Hormati Ketua Program Studi PPKn Universitas Nusantara PGRI,
Yunita Dwi Pristiani, S.Pd., M.Sc dan Rombongan
Yang kami hormati Ketua Pengurus Pusat Majelis Ansarullah Jemaat
Ahmadiyah Indonesia beserta rombongan
Yang kami hormati Ketua Majelis Ansarullah Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
Jawa Timur 3, Dr. Waji, M.Pd
Yang kami hormati Ketua peace leader Indonesia beserta rombongan
Yang kami hormati Presidium Forum Komunikasi Antar Umat Beragam (FKAUB)
Malang beserta pengurus, dan
Yang kami banggakan panitia dan seluruh peserta kuliah kebangsaan,
aplausss untuk kita semuanya ….
Assalamualaikum Wr…Wb
Semangat Pagi, Salam
Sejahtera, Shaloom, Om Swastiastu, Namu Budaya, Salam Kebajikan
Kesempatan pagi yang berkah ini tak banyak dirasakan oleh yang lainnya, maka sudah sepantutnya kita bersyukur bias hidup di negara yang demokratis, berhaluan Pancasila sebuah anugerah dari Yang Maha kuasa, Barang siapa yang pandai bersyukur atas nikmatNya, niscaya Tuhan akan melipatgandakan kenikmatan itu.
Kegiatan yang mengusung tema “Menenun Asa, Menjaga Pancasila”yang
berlangsung di Auditorium ini atas kerjasama yang yang kuat ditengah
keterbatasan penyelenggara, tentu kami mohon maaf yang tak terhingga atas
keterbatasan itu, dan kami berterima kasih pada mitra kami, Program Studi PPKn
UNP Kediri, Peace leader Indonesia yang komitmennya untuk mendiskusi fenomena
kebangsaan akhir-akhir ini terutama pasca pemilu 2024.
Hal lain, kami sangat berterima kasih kepada Majelis Ansarullah Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang telah bersedia mensupport kegiatan ini sebagai bagian tak terpisahkan tagline semangatnya “Love For All Hatred For None”, Cinta pada semuanya, tak ada benci pada siapa pun. Atau dalam istlah dakwah NU lebih dikenal Islam yang Rahmatan lil alamin.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Siapa …. Kita
…(Indonesia)
Siapa …. Kita
…(Pancasila)
Pancasila ….
Jaya … Jaya … Jaya
Unikama … Satu
untk Semua
Tema perbincangan kali ini, bukan semata-semata mengangkat
hal ihwal ideologi Pancasila dan histori semata. Namun, lebih mengikhtiarkan
bagaimana nilai-nilai Pancasila ini terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, terlebih dalam kehidupan kampus yang multikultural ini. Seperti
yang banyak kita ketahui nilai Pancasila kerap kali hanya dipahami, namun minim
implementasi. Sehingga yang terjadi politisasasi Pancasila yang tak terlepas
dari kepentingan oligarki yang sudah mengakar di republik ini.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Kita sebagai bagian tak terpisahkan dari yang menghidupkan nilai-nilai Pancasila
itu sendiri, tentu kita bertekad sebagai moral
force yang memberikan harapan besar bagi berlangsungnya kehidupan
kebangsaan yang lebih berkeadilan dengan memegang teguh prinsip-prinsip
kemanusiaan. Sebagaimana Gusdur Tokoh NU yang mendunia telah berpesan kepada
kita, “Tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu
yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Ini
bukan sekedar fatwa seorang tokoh, namun ini menjadi beban moral bagi kita yang
ngakunya beragama secara kaffah (total), namun miskin pada sisi kemanusiaan.
Atau istilah lain, senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain
senang. Inilah yang kemudian perlu direkonstruksi cara beragama agar lebih
inklusif demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Pancasila dalam pandangan NU (lag-lagi saya berkapisatas sebagai
pengurus LP. Ma’arif NU Kota Malang) perlu kiranya mengingatkan kembali kepada
siapapun dan dimanapun. Bagi NU, sebagaimana hasil deklarasi Alim Ulama NU di
Situbondo, 1983 yang menyatkan bahwa; pertama, Pancasila sebagai dasar dan
falsafah Negara Republik Indonesi bukanlah agama, tidak dapat menggantikan
agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Kedua,
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut
pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain,
mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Ketiga, bagi NU
Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah
dan hubungan antar manusia. Keempat, penerima dan pengamalan Pancasila
merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at
agamanya. Kelima, sebagai konsekuensi dari sikap di atas, NU berkewajiban
mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang
murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Deklarasi ini menjadi tentu menjadi bukti riil bahwa Pancasila memiliki
substansi yang sejalan dengan Islam. Menurut Ali Haidar, (1994) Penerimaan NU
terhadap Pancasila baik sebagai asas tunggal organisasisnya maupun sebagai
dasar negara dapat disimpulkan pada dua hal. Hal yang pertama, karena
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri merupakan sesuatu yang
baik (maslahat). Kedua, karena fungsinya sebagai mitsaq (piagam perjanjian).
Yakni sebuah kesepakatan, antara umat Islam dengan golongan lain di Indonesia
untuk mendirikan negara. Maka bagi saya, Pancasila kedudukannya sama dengan
kitab suci. Pada sisi lain, Pancasila dan Kitab Suci sama-sama tak bisa
direvisi, tapi keduanya sama-sama berpotensi dikritisi. Artinya keberadaan
Pancasila terus memberikan asa bagi siapa saja yang mencintai bangsanya. Kita
sudah lama berPancasila, bahkan belasan sampai puluhan tahun. Namun, Pancasila
sampai saat ini masih seputar hafalan pada sila-sila itu sendiri. keringnya
aktualisasi nilai Pancasila masih dirasakan di bangku-bangku kuliah. Pancasila
hanya sebatas menjadi matakuliah yang diukur dengan deretan angka di akhir
semester. Angka yang banyak diharapkan kemanjurannya (baca: lulus). Padahal,
lebih dari pada itu, menghidupkan dengan berbagai projek dan model tak pernah
habis dalam kontek kekinian mestinya lebih diutamakan. Sehingga “the most
significant change” bisa memberikan dampak besar dalam menyiapkan para sarjana
yang bukan saja bergelar, tapi mampu bergetar. Karena keberadaanya menjadi
penyanggah kokoh Ideologi Pancasila.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Pada bagian akhir ini, saya segaja untuk menyampaikan berbagai tulisan
yang renyah dan gurih dari cendikiawan yang telah banyak menularkan ide-ide
segarnya. Yudi Latif, seorang cendekiawan yang tak habis-habisnya mengupas soal
Pancasila dari hulu ke hilir. Terakhir menjabat Ketua Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018) yang saat ini Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP). Dalam bukunya, Wawasan Pancasila (2018) Yudi Latif memaparkan
secara komperehensif bahwa Pancasila sebagai ideology Negara dan kepribadian
bangsa lebih sering didaku (diklaim) ketimbang diamalkan. Verbalisme
mewarnainya, melahirkan sinisme dan melunturkan kepercayaan umum terhadap
kekuatan dan relevansi nilai-nilainya. Setelah lebih dari setengah abad
Pancasila diidealisasikan sebagaidasar dan haluan bernegara, keampuhan
Pancasila dihadapkan pada ujian sejarah ketika negeri ini mengalami krisis
nilai dan orientasi. Ada kesenjangan yang lebar antara idel-ideal Pancasila
dengan realitas dan praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kehidupan negeri diliputi rangkaian bentrokan identitas yang membawa kemunduran dalam solidaritas kebangsaan globalisasi membawa cengkeraman korporasi internasional yang makin luas dan dalam, kehidupan politik kehilangan panduan rasionalitas dan moralitas, sedangkan gempita demokrasi procedural tidak diikuti demokrasi ekonomi berkeadilan sosial. Berbagai persoalan tersebut dikemukakan sekedar untuk melihat apakah nilai-nilai Pancasila masih relevan atau telah diusangkan perkembangan zaman? Masih adakah asa agar Pancasila mengudarasepanjang masa?
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Dalam situasi seperti itulah nilai-nilai Pancasila memerlukan
pembudayaan yang lebih ampuh. Dalam ikhtiar membudayakan Pancasila, kesenjangan
antara ideal-ideal dan kenyataan perlu dijembatani pedoman atau penuntun
pembudayaan, yang didahului pemahaman secara mendasar akan konsep-konsep pokok
Pancasila itu sendiri. Dengan pedoman pembudayaan itu, bukan saja revitalisasi
dan reaktualisasi pemahaman Pancasila yang dihadirkan, melainkan menjadi
rujukan dalam menginternalisasikan sila-sila di kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Lebih lanjut, Yudi Latif yang saat ini aktif di forum Aliansi Kebangsaan menegaskan tali kendali dari semua usaha pembudayaan itu adalah mengembalikan Pancasila pada api semangatnya, yakni semangat gotong royong. Setiap sila dan konsepsi Pancasila harus diterjemahkan dalam kerangka semangat gotong royong. Dalam artian menempatkan sila-sila Pancasila sebagai “kaidah emas”dalam kehidupan bangsa yang majemuk.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Itulah sebabnya kita perlu menenun asa, agar marwah Pancasila terus
menyinari bumi pertiwi. Pancasila mampu memperjumakan persamaan, bukan
mempertajam perbedaan. Perlu menentukan titik temu agar semua komponen bangsa bisa
meramu apa yang cita-citakan oleh pendiri bangsa.
Semoga kuliah kebangsaan ini menjadi lokomotif pergerakan dalam memperkuat persatuan, dan mengokohkan tradisi ke-Indonesia-an. Sekali lagi..mohon maaf yang setinggi-tingginya, dan terima kasih pada narasumber yang menghibahkan waktunya untuk bersama-sama mendiskusikan persoalan bangsa.
Siapa …. Kita
…(Indonesia)
Siapa …. Kita
…(Pancasila)
Pancasila ….
Jaya … Jaya … Jaya
Unikama … Satu
untk Semua
Wassalamualaikum Wr. Wb